Rabu, 21 Mei 2008

"fauna indonesia"



--->
Rubrik
Berita Utama
Opini
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
International
Olahraga
Finansial
Pemilihan Presiden 2004
PON XVI
Humaniora
Jawa Barat
Berita Yang lalu
Muda
Pendidikan Luar Negeri
Rumah
Dana Kemanusiaan
Fokus
Pustakaloka
Otomotif
Furnitur
Musik
Swara
Makanan dan Minuman
Esai Foto
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Agroindustri
Audio Visual
Pendidikan
Telekomunikasi
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Informal
Teknologi Informasi
Didaktika
Wisata
Bentara
Tanah Air
Ekonomi Rakyat
Pergelaran
Sorotan
Ilmu Pengetahuan
Bahari
Jendela
Pixel
Bingkai
Teropong
Otonomi
Ekonomi Internasional
Properti
Interior
Kesehatan
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi


Jendela
Senin, 06 September 2004
Museum Zoologicum Bogoriense 110 Tahun
Mulyadi
PADA bulan Agustus 2004 yang baru saja lewat, sebuah lembaga ilmiah yang tumbuh dari sebuah babon laboratorium kecil yang kemudian mendunia dengan nama Museum Zoologicum Bogoriense genap berusia 110 tahun.
SAAT ini Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) telah berkembang pesat dari hanya sekadar museum koleksi referensi dan pameran yang sangat terbatas menjadi sebuah lembaga besar yang mencakup penelitian berbagai aspek zoologi.
Keberadaannya sebagai museum koleksi terbesar di Asia Tenggara semakin dibutuhkan dalam upaya pengenalan keanekaragaman fauna nusantara dan pemahaman yang lebih baik akan sifat, potensi, peranan, dan manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Betapa pentingnya kedudukan fauna dalam rantai kehidupan dapat dicontohkan bahwa dari 760 jenis pohon hanya satu jenis saja yang penyerbukannya bergantung pada angin, selebihnya memerlukan binatang untuk melakukannya. Mengingat fungsinya yang begitu besar, upaya untuk melestarikan fauna merupakan suatu keharusan.
Dalam kurun 110 tahun MZB telah mengoleksi sebanyak 1,2 juta spesimen yang terdiri dari 17.500 jenis fauna. Dan berkat bantuan dana dari Global Environment Facilities-Biodiversity Collections Project melalui Bank Dunia (1994-2000) dan Pemerintah Jepang melalui JICA-Biodiversity Conservation Project, sejak Agustus 1997 MZB telah menempati gedung representatif Widyasatwaloka, Cibinong.
Peningkatan mutu koleksi berikut fasilitas penyimpanannya yang berstandar internasional juga telah tercapai. Seluruh koleksi yang tersimpan dikelola oleh tujuh manajer koleksi berdasarkan takson, yaitu mamalia, burung, reptilia dan amfibi, ikan, moluska dan intertebrata, krustasea, dan serangga dan artropoda lainnya. Sementara itu, pengelolaan pameran Museum Zoologi Bogor dilimpahkan kepada Bidang Jasa dan Informasi Pusat Penelitian Biologi, Bogor.
Kekayaan koleksi ilmiah MZB merupakan tumpuan kebanggaan nasional dalam mengungkapkan keanekaragaman fauna dan aset yang bernilai tiada tara. Indonesia menyandang predikat "megabiodiversity" karena memiliki binatang menyusui terbesar di dunia (650 jenis) dan lebih dari 763 jenis kupu-kupu "swallow tail". Adapun untuk keanekaragaman jenis reptilia, burung, dan amfibi berturut-turut berada di peringkat ketiga, keempat, dan kelima.
Beberapa jenis di antaranya bersifat unik, indah, endemik, dan langka. Contoh binatang yang telah punah seperti harimau jawa (Panthera tigris sondaicus), dan burung trulek jawa (Vanellus macropterus) tersimpan sebagai spesimen ilmiah bernilai tinggi. Berbagai jenis kupu-kupu raja yang berukuran besar, indah, dan bernilai ekonomi tinggi sudah lama tersimpan sebagai koleksi ilmiah.
Di mata dunia MZB telah dikenal sebagai Museum Ilmu Pengetahuan Alam Nasional Indonesia (Indonesian Natural History Museum). Singkatan MZB dan lambang komodonya telah mendunia sejak lama, bahkan sebelum organisasi induknya, LIPI, sendiri dilahirkan 37 tahun yang lalu. Dengan segala sarana yang ada, diharapkan MZB dapat menjalankan misinya menjadi pusat data dan informasi ilmiah fauna Indonesia.
Sampai saat ini pun kegiatan penelitian untuk mengungkap keanekaragaman fauna Indonesia masih terus dilakukan. Sebagai contoh pada tahun 1991 ditemukan satu jenis baru kanguru pohon, Dendrolagus mbaiso dari Papua, ikan raja laut, Latimeria menadoensis dari Manado, yang dikenal sebagai fosil hidup yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.
Puluhan jenis rekaman baru (new records) dan jenis baru (new species) fauna lainnya juga telah dideskripsi dalam dua dekade terakhir ini, termasuk bidang-bidang langka seperti kopepoda laut. Beberapa jenis baru kopepoda perairan Indonesia, seperti Candacia ishimarui, Calanopia asymmetrica, Labidocera javaensis, L muranoi, Pontella bonei, P labuanensis, P kleini, P vervoorti, juga telah dipublikasikan.
Sepanjang sejarahnya museum ini tidak pernah sepi dari kedatangan para pakar terkemuka dalam berbagai cabang zoologi, terutama dari Eropa dan Amerika. Dan dalam dua dasawarsa terakhir ini penelitian fauna Indonesia didominasi oleh peneliti Jepang dan Australia. Koleksi spesimen yang tersedia saat ini akan terus menarik minat para peneliti keanekaragaman hayati baik dari disiplin ilmu biosistematika, fisiologi, ekologi, atau disiplin lainnya untuk mempelajarinya.
Sejarah berdirinya MZB
Sangat disayangkan bahwa tanggal berdirinya museum sebagai suatu lembaga ilmiah yang berskala internasional tak diketahui secara tepat. Meskipun demikian, setidak-tidaknya hari kelahirannya dapat ditelusuri melalui tiga peristiwa.
Pertama, saat orang pertama yang diserahi tugas untuk mengawali seluruh kegiatan mulai bekerja.
Kedua, saat keluarnya keputusan peresmian orang pertama memangku jabatan, dan ketiga, menghitung mundur dari saat bangunan yang diperlukan sebagai museum selesai dibangun dan digunakan.
Tampaknya pendekatan pertamalah yang dapat dipakai sebagai pegangan. Hal ini tersimpul pula dalam berbagai tulisan berkenaan dengan kegiatan museum maupun peranan dari beberapa tokohnya dan falsafah yang mendasari serta jiwa kepeloporan yang melekat.
Alur perjalanan MZB dapat disusun berdasarkan periode perkembangannya tanpa terkait dengan tiga masa pemerintahan, yaitu:
a. Periode Awal (1894-1901) saat lembaga ini diperlukan kehadirannya, ditinjau dari aspek falsafah yang mendasarinya dan perjuangan mendirikannya, termasuk dukungan dana yang diperlukan.
b. Periode Pancaroba (1901-1986) saat mempertahankan eksistensinya sebagai suatu lembaga ilmiah dan sumber informasi tentang zoologi di Indonesia.
c. Periode Pemekaran (1987-sekarang) adalah saat untuk memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat pengguna dan ilmu pengetahuan.
Sepanjang sejarahnya MZB dikenal dengan berbagai nama yang sekaligus mencerminkan proses perkembangan yang dialami dan tingkat kemajuan yang dicapainya. Agar diperoleh gambaran setepat mungkin mengenai semua masalah yang dihadapi MZB selama 110 tahun, maka dicoba menuangkannya dalam tulisan yang dikelompokkan menurut sifat masalah dengan memerhatikan kronologi dari setiap peristiwa yang terjadi.
Penulisan sejarah ini didukung oleh sumber referensi berupa laporan tahunan lembaga dan acuan lain yang dipublikasikan. Korespondensi dan wawancara dengan tokoh-tokoh yang masih hidup juga dilakukan untuk melengkapi kebenaran dan akurasi data yang ditampilkan.
Cikal bakal MZB
Tugas utama ’s Lands Plantentuin (Kebun Raya Bogor) yang didirikan 18 Mei 1817 adalah untuk menanam tumbuhan bernilai ekonomi dari Indonesia maupun negara lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya dirasakan perlunya seorang ahli zoologi di samping ahli botani, yang bertugas meneliti serangga hama dan penyakit pada tanaman pertanian.
Berkat jasa dari CA Henny (Direktur Nederlands-Indische Handelsbank di Jakarta) dan ThJ van Haren Noman (Nederlandsch-Indische Landbouw Maatschappij) didapatkan seorang ahli botani yang bersedia memangku jabatan ini, yaitu Dr JC Koningsberger. Kesediaan Koningsberger untuk menangani bidang yang berbeda dengan bidang kepakarannya dan bekerja di negara yang masih serba asing baginya menunjukkan besarnya jiwa kepeloporannya yang dimiliki. Saat kedatangan Koningsberger di Bogor pada Agustus 1894 inilah yang kemudian dipakai sebagai patokan berdirinya MZB.
Koningsberger mengawali pekerjaannya dengan mempelajari serangga hama dan penyakit pada tanaman pertanian. Meskipun berstatus sebagai Kepala Lanbouw Zoologisch Laboratorium, ruang kerjanya yang merangkap laboratorium zoologi merupakan bekas gudang penyimpanan kereta kuda yang diperkeras lantainya dengan semen.
Empat tahun kemudian, 10 Januari 1898, Koningsberger resmi diangkat menjadi pegawai pemerintah. Pada tahun itu juga, Koningsberger dan Dr M Treub (Direktur ’s Lands Plantentuin) mengadakan perjalanan dinas ke Ceylon untuk mempelajari keadaan Museum Colombo yang didirikan oleh Pemerintah Inggris tahun 1877. Dari hasil kunjungan tersebut timbullah pemikiran untuk mendirikan Museum Zoologi di Bogor karena di daerah tropika basah pun koleksi zoologi dapat tetap dalam keadaan baik jika dirawat dengan baik pula.
Ketika Koningsberger mengambil cuti ke Eropa, Mei-Oktober 1899, dibawanya serta spesimen serangga yang telah dikumpulkan untuk dideterminasi di beberapa museum Belanda dan Jerman. Pada kesempatan itu diutarakan pula keinginannya untuk mendirikan Zoologisch en Phytopathologisch Museum di ’s Lands Plantentuin Bogor pada HD Kramer (Direktur Nederlandsch-Indische Haldelsbank) dan Th van Haren Noman (Nederlandsch-Indische Landbouwmaatschappij) di Amsterdam.
Kedua pejabat tersebut bersedia membantu mengumpulkan dana yang diperlukan untuk mewujudkan gagasan ini. Treub serta-merta memberikan dukungannya dengan cara menulis surat kepada Direktur Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid di Jakarta, agar Koninklijke Natuurkundige Vereeniging in Nederlandsch-Indie dapat membangun museum di Bogor sesuai dengan nama yang diusulkan oleh Koningsberger. Pada perkembangan selanjutnya nama museum tersebut ternyata tidak pernah terpakai.
Pada akhir Agustus 1901 gedung museum seluas 402 meter persegi yang dinamakan Landbouw Zoologisch Museum selesai dibangun. Koningsberger pun segera melakukan studi banding ke Singapura dan Malaka untuk mempelajari keadaan dan segala persoalan mengenai Museum Raffles. Tahun 1906 namanya diubah menjadi Zoologisch Museum.
Nama ini pun tidak berumur lama karena empat tahun kemudian diubah lagi menjadi Zoologisch Museum en Laboratorium untuk memberikan kelenturan dalam ruang lingkup kerjanya sebagai satu-satunya lembaga yang bergerak dalam bidang penelitian zoologi pada waktu itu.
Kehadiran museum ini ternyata mendapat perhatian luas, dan menjadi tempat bertanya dari banyak lapisan masyarakat yang ingin mendapatkan informasi tentang binatang yang dikirimkannya. Spesimen-spesimen fauna kiriman dari seluruh pelosok Tanah Air pun terus mengalir dan melalui cara ini ditembus kegelapan pengetahuan tentang fauna nusantara yang belum dikenalnya.
Maka, periode kepeloporan mendirikan museum dan memperkenalkan eksistensinya pada masyarakat dalam dan luar negeri berhasil diembannya dengan baik.
Besarnya perhatian akan pentingnya nilai fauna Indonesia dibuktikan dengan kedatangan para pakar zoologi ternama dari berbagai penjuru dunia untuk mengadakan ekspedisi ilmiah dan bekerja di Museum. Prof Podochenco dari Leningrad merupakan orang pertama yang datang tepat 14 hari setelah gedung museum digunakan. Selama 1901-1911 tercatat paling sedikit 23 pakar zoologi dunia telah datang ke museum. Orang terakhir yang menggunakan fasilitas ini pada masa itu adalah Prof Ernest Haeckel, taksomiwan fauna ternama dari Jena, Jerman.
Sepanjang 25 tahun masa jabatannya Koningsberger hanya dibantu oleh seorang konservator, yaitu PA Ouwens, yang bertugas mengumpulkan materi zoologi, menata koleksi, mempelajari dan menginformasikan data pada dunia pengetahuan. Dua binatang endemik nusantara yang ditemukan oleh Ouwens dan menggemparkan dunia ilmu pengetahuan adalah biawak komodo (Varanus komodoensis) dan anoa gunung (Anoa quarlesi).
Setelah Koningsberger kembali ke negaranya tahun 1919 dan semakin uzurnya konservator Ouwens ditunjuklah Dr KW Dammerman, seorang pakar zoologi lulusan Universitas Utrech, untuk menggantikannya.
Upaya memperkaya koleksi fauna diperbanyak melalui ekspedisi ilmiah ke seluruh pelosok nusantara atau bergabung dengan ekspedisi yang dilakukan oleh lembaga luar negeri, sedangkan jaringan kerja sama dengan perorangan yang terjalin sebelumnya tetap terpelihara.
Masa jabatan Dammerman merupakan masa paling mantap. Semua tugas museum terlaksana tanpa halangan yang berarti, bahkan lebih berkembang dari masa-masa sebelumnya. Perhatian besar ditujukan kepada masalah perikehidupan binatang liar melibatkannya dalam penanganan masalah ekologi dan konservasi makhluk tersebut yang sebenarnya menjadi tugas dari Lembaga Pengawetan Alam.
Museum terlibat banyak dalam menciptakan dan melaksanakan. Ordonansi Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura tahun 1940.
Setelah kepergian Dammerman, pemimpin museum dipercayakan kepada Dr MA Lieftinck, seorang pakar serangga, dari 1939 hingga 1954, kecuali pada masa pendudukan Jepang. Sebagian besar masa kepemimpinan Lieftinck ditandai dengan masa-masa yang tidak stabil, semua kegiatan dapat dikatakan tidak berkembang karena terpengaruh suasana pergolakan politik dunia.
Walaupun demikian, tetap diupayakan agar aset yang telah dibina dengan susah payah ini dapat dipertahankan dan dipelihara sebaik mungkin. Di bawah nama inilah eksistensi museum dikenal sampai akhir pemerintahan Hindia Belanda pada awal tahun 1942.
Selama masa pendudukan Jepang, museum dipimpin oleh Prof T Nakai dengan nama baru Dobutsu Hakobutsukan. Dalam masa itu semua tenaga ilmiah Belanda masih diperkenankan bekerja meskipun dengan status tawanan perang. Lieftinck pun diberhentikan dan ditunjuklah Groeneveld yang sebenarnya bukan ahli zoologi untuk menggantikannya.
Antara tahun 1945 dan 1947 nama Zoologisch Museum en Laboratorium dihidupkan kembali. Pada tahun 1947 itulah nama Museum Zoologicum Bogoriense diperkenalkan. Pemberian nama ini menunjukkan identitas, ruang lingkup kerja, dan lokasi lembaga yang ditransliterasi dalam bahasa Latin, bahasa ilmiah yang digunakan dalam tata nama makhluk hidup. Nama ini bahkan terus digunakan pada saat Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih semua instansi pemerintahan dari Hindia Belanda.
Pada saat semua kegiatan pemerintahan diserahkan kepada RI, pemimpin museum tetap dipercayakan kepada Lieftinck, tetapi pemimpin ’s Lands Plantentuin (Kebun Raya Indonesia) telah dipegang oleh putra Indonesia, Prof Ir Kusnoto Setjodiwirjo. Kehadiran orang asing masih diteruskan mengingat belum tersedianya pakar zoologi dari bangsa sendiri. Lieftinck mengundurkan diri tahun 1954 dan pengelolaan museum diserahkan kepada AMR Wegner, seorang kolektor zoologi berbangsa Jerman.
Status Wegner dan tiga orang asing lainnya dipekerjakan atas dasar kontrak.
Orang Indonesia pertama yang dipercaya mengemban tugas berat ini pada tahun 1960 adalah S Kadarsan.
Masa empat tahun terakhir sejak 1960 merupakan masa yang paling banyak terjadi pergantian pemimpin museum. Pergantian ini dimaksudkan agar calon pemimpin dapat memperoleh pendidikan tambahan dan memiliki keterampilan yang andal. Dengan alasan inilah S Kadarsan diberi kesempatan belajar ke AS. Sebagai pengganti ditunjuk Prof Dr S Somadikarta (sekarang profesor emeritus FMIPA UI) tahun 1962-1964 dan 1967-1971.
Somadikarta menderita sakit dan pemimpin sementara diserahkan kepada Dr S Adisoemarto. Sejak akhir 1971 pemimpin museum dipegang kembali oleh S Kadarsan.
Sementara pada tahun 1977-1986 pemimpin museum dipercayakan kepada Dr S Adisoemarto, seorang pakar entomologi (serangga) yang membawa museum untuk mulai mengembangkan bidang zoologi lain di samping bidang biosistematik. Dengan rintisan ini, pada saat Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi (Balitbang Zoologi) didirikan, balai ini telah mempunyai suatu inti sarana dan sumber daya manusia guna mengembangkan bidang-bidang nonsistematik.
Balai inilah yang menampung seluruh tugas dan fungsi museum. Balai yang masih dalam proses mencari identitas dalam percaturan kelembagaan ilmiah di Indonesia sejak dibentuk tahun 1987 hingga tahun 2000 dipimpin oleh Drs M Amir MSc, seorang pakar fisiologi serangga. Pada akhir masa jabatan M Amir, tahun 2000 nama lembaga diubah lagi menjadi Bidang Zoologi di bawah naungan Pusat Penelitian Biologi-LIPI, dengan pemimpin Dr Siti Nuramaliati sampai sekarang.
Meskipun eksistensi Museum Zoologicium Bogoriense sebagai lembaga yang mandiri tidak diakui lagi, namanya telanjur terpaku di dunia internasional. Nama MZB selalu melekat pada nomor koleksi yang ternyata lebih praktis dalam berbagai penggunaan.
Dalam perkembangan terakhir kegiatan penelitian MZB (bidang zoologi) tidak hanya terbatas pada bidang taksonomi (biosistematik), tetapi melebar pada bidang ekologi dan fisiologi fauna. Untuk menunjang kegiatan penelitian, laboratorium biosistematika dilengkapi dengan peralatan berupa mikroskop elektron pancar, sinar rontgen, mikroskop compound yang dilengkapi dengan fase kontras dan alat penggambar/pemotret, serta sejumlah mikroskop stereo/disecting. Selain itu, sistematika molekuler pun tengah dirintis.
Penelitian tentang reproduksi dan keanekaragaman fauna liar di dalam dan/atau antarpopulasi, model teknik penangkaran satwa langka, serta hal-hal yang berkaitan dengan nutrisi fauna liar juga dilakukan.
Database zoologi dengan IBIS (Indonesian Biodiversity System) versi 2.0.1 yang berisi informasi tentang koleksi spesimen dan hasil penelitian staf zoologi juga dapat diakses. Produk dan jasa lain yang ditawarkan MZB adalah identifikasi fauna, pembimbingan/pengajaran, konsultasi, dan pemberian ceramah mengenai berbagai topik yang berkaitan dengan fauna. Untuk melengkapi pelayanan kepada masyarakat, MZB juga menyediakan koleksi perpustakaannya dan ruangan untuk kegiatan seminar, lokakarya, dan sebagainya.
Mulyadi Ahli Peneliti Kopepoda (Krustasea) Laut Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LIPI
Search :











--->
Berita Lainnya :
·
Museum Zoologicum Bogoriense 110 Tahun
·
Bukan Sekadar Penunjuk Waktu


Design By KCMCopyright © 2002 Harian KOMPAS

Tidak ada komentar: